Sejarah Lahirnya Farmasi dan Sejarah Farmasi di Indonesia
lebih khusus lagi dikenali sebagai saydanah merupakan satu bentuk profesi yang mulanya agak asing dari dunia kedokteran. Pada abad ke-9, dunia Arab dan Islam telah berhasil membangun jembatan ilmu yang menghubungkan antara sumbangan Yunani dengan dunia farmasi moderen sekarang ini. Malah tahap ilmu yang diperoleh daripada Yunani khususnya terus ditingkatkan dan usaha ini diteruskan hingga ke abad ke-13 melalui berbagai karya, terjemahan ataupun peningkatan ilmu pada zaman-zaman berikutnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, farmasi dipraktekkan secara terpisah dari profesi medis yang lain. Puncak sumbangan dunia Arab-Islam dalam farmasi dicapai dengan siapnya satu panduan praktikum farmasi pada tahun 1260.
Tulisan
berjudul Minhaj itu adalah hasil karya Abu’l-Muna al-Kohen al-Attar
dari Mesir. Al-Attar seorang ahli farmasi berpengalaman. Dalam Minhaj,
al-Attar menuliskan pengalaman hidupnya serta ilmu dalam seni apotek,
atau seni meracik ubat. Sebahagian besar buku itu menguraikan tentang
etika farmasi, salah satu topik penting dalam sejarah profesi
kesehatan.
Sementara itu, di
kota-kota seperti Baghdad, profesi farmasi dipraktekkan dengan rapi
sehingga ahli farmasi mendapat perlindungan dan sanjungan daripada
pemerintah serta pengguna ketika itu. Melalui penyebaran perdagangan
dunia Islam yang kian pesat, dan daya tarik bahan rempah-rempah dan
bahan obat-obatan, menjadikan kedudukan profesi farmasi khususnya, dan
kesihatan pada umunya di dunia Arab semakin meningkat. Dan sebenarnya
bidang farmasi Barat adalah berasal daripada farmasi Arab dan Islam.
Aspek dan pengaruh Arab ini tidak ditulis oleh penulis barat pada
sejarah perubatan umumnya dan sejarah farmasi khususnya. Sedangkan pada
hakikatnya prestasi sains dan budaya dunia Arab begitu banyak
mempengaruhi profesi serta sumbangan pustaka farmasi di barat yang ada
hingga hari ini.
Sayangnya,
kurang daripada satu abad selepas al-Attar, praktek farmasi mulai beku
dan kaku, dan terus merosot dengan jatuhnya peradaban Arab pada abad
ke 19. Sejak dari itu, farmasi mula berkembang dengan pesatnya di
Eropah khususnya dan Barat umumnya.
TOKOH ARAB DAN ISLAM YANG UTAMA
Yuhanna b. Masawayh (777 – 857)
Beliau
adalah anak seorang ahli farmasi (dikenali sebgai apoteker). Beliau
terkenal melalui tulisannya dalam bahasa Arab tentang meteria medica
dan rawatan. Salah satu daripadanya berjudul al-Mushajjar al-Kabir yang
menyusun daftar penyakit serta obat-obatnya dan juga pola makanan yang
berkaitan. Malah beliau menyatakan bahwa para dokter yang boleh
menyembuhkan penyakit dengan hanya melalui pengaturan pola makan tanpa
penggunaan ubat adalah yang paling berjaya dan beruntung. Masawayh juga
mengusulkan penggunaan beberapa tumbuhan terkenal untuk meningkatkan
sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit. Beliau menyeru para dokter
agar menggunakan hanya satu obat untuk satu penyakit berdasarkan
prinsip empiriks dan analogi.
Bahan
yang banyak digunakan dalam terapi perubatan Arab adalah kamfora.
Menurut Masawayh bahan ini berasal dari China dan dibawa ke Arab
melalui perdagangan dengan India dan Parsi. Menurutnya lagi, sandalwood
iaitu bahan yang digunakan untuk menghasilkan minyak wangi, baik yang
jenis kuning, putih atau merah juga datang dari India. Bahan-bahan
seperti ini digunakan dalam sediaan farmasi Islam pada abad ke-8 (atau
lebih awal lagi) dan lewat ini istilah farmasi terbentuk dalam Islam.
Misalnya, kata-kata seperti al-Saydanani ataupun al-Saydalani yang berarti dia yang menjual atau yang berkaitan dengan sandalwood, sedang perkataan saydanah bermaksud farmasi.
Pada
masa itu, Masawayh dikenal sebagai dokter dari beberapa khalifah, di
ibukota Abbasiah selama hampir empat dekade. Beliau juga merupakan
dokter Islam yang pertama mendirikan sekolah kolej farmasi swasta Arab.
Abu Hasan Ali bin Sahl Rabban al-Tabari
Beliau
dilahirkan pada 808, sahabat dari Masawayh. Pada usia 30 tahun beliau
diperintahkan untuk ke kota Samarra oleh Khalifah Mu’tasim (833-842)
untuk mengabdi sebagai dokter. Tabari menulis banyak buku kedokteran,
yang terkenal adalah Syurga Hikmah yang membicarakan tentang
tingkah laku manusia, kosmologi, embriologi, psikoterapi, kebersihan,
pola makan dan penyakit (akut dan kronik) serta cara merawatnya. Buku
ini juga memuat kisah-kisah kedokteran abstrak serta petikan dari
referens yang berbahasa India. Bukunya juga mengandung beberapa bab
tentang meteria medika, makanan biji-bijian, kegunaan terapeutik hewan
serta organ-organ burung dan juga campuran obat-obatan termasuk cara
membuatnya.
Tabari
juga menyarankan agar nilai terapeutik setiap obat digunakan
berdasarkan tujuan-tujuan tertentu dan dokter harus pandai membuat
pilihan yang terbaik. Beliau pernah menguraikan dengan terperinci
penggunaan sesuatu bahan sebagai bahan terapeutik, termasuk cara-cara
menyimpannya sambil memperingatkan tentang bahaya yang ada pada bahan
tersebut. Contohnya peringatan terhadap penggunaan satu mithqal (lebih
kurang 4 gram) candu bisa menyebabkan tidur ataupun maut.
Sabur b. Sahl
Beliau merupakan orang pertama menulis formula pertama dalam sejarah Islam. Formula ini dikenali sebagai Agradadhin.
Sabur meninggal dunia pada 869. Dalam tulisannya, beliau memberikan
resep kedokteran tentang kaedah dan teknik meracik obat, tindakan
farmakologinya, dosis-dosisnya untuk setiap sekali pengunaan.
Formula-formula ubat ini disusun berdasarkan jenis sediaan: tablet,
serbuk, salap, sirup dan sebagainya. Banyak dari resep-reses ini
menunjukkan persamaan dengan dokumen dari Asia Barat dan Yunani-Roman.
Formula
ini ditulis untuk ahli-ahli farmasi apakah di apotik ataupun di
hospital. Oleh itu, hampir selama 200 tahun formula ini digunakan
sebagai panduan ahli farmasi di seluruh dunia Islam. Tulisan Sabur ini
merupakan satu langkah penting dalam sejarah farmakope dan banyak
disalin serta ditiru dalam buku kedokteran Arab selanjutnya.
Zayd Hunayn b. Ishaq al-Ibadi (809-873)
Sumbangan
beliau tidak kurang pentingnya kepada praktek farmasi dan kedokteran
Arab. Beliau adalah anak dari seorang apoteker. Hunayn diantar ke
Baghdad, yang pada masa itu merupakan pusat pendidikan Islam terpenting
untuk mengikuti pendidikan dalam perawatan. Beliau kemudian ke Syria,
Mesir dan negara sekitarannya untuk mendalami lagi latihannya. Setelah
beliau kembali ke Baghdad, beliau sudah mahir tentang asal-usul
perubatan Yunani khususnya yang diterjemahkan dalam Bahasa Syria.
Hunayn
memainkan peranan yang penting dalam penterjemahan atau penentuan
ketepatan terjemahan yang dilakukan (termasuk penulis Hippocrate, Gelen
dan penulis Yunani lain) di samping menulis buku-bukunya sendiri.
Sumbangannya menjadi lebih terasa pada tahun 830, Khalifah al-Ma’mun
mendirikan satu institusi sains (bait al-Hikmah) untuk tujuan
penyelidikan dan penterjemahan bahan-bahan Yunani ke dalam bahasa Arab.
Hunayn menjadi pembimbing pusat kajian ini dan dalam masa 40 tahun,
beliau menterjemahkan dan mewujudkan istilah serta rangkaian kata yang
digunakan untuk tujuan praktek kedokteran dan pengajaran.
Antara
buku dan tulisan Hunayn adalah tentang aspek kebersihan mulut, pecuci
dan penggunaan bahan-bahan pergigian. Beliau terkenal sebagai penulis
Arab pertama yang melakukan hal ini. Beliau juga yang menemukan
bahan-bahan makanan dan minuman yang dianggap dapat merusak gigi.
Hunayn juga mengusulkan pembersihan gigi, khususnya selepas makan
seperti yang dianjurkan dalam kedokteran moderen. Tulisannya yang lain
termasuklah tentang nilai gizi dan pemakanan, tentang mandi, terapi
gizi secara umum dan juga tentang bunga mawar serta obat-obatan
tertentu.
Sejarah Kefarmasian di Indonesia
Farmasi
sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan baru
dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman
penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa
pendudukan Jepang, kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat
lambat, dan profesi ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat.
Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para tenaga farmasi
Indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker dengan jumlah
yang sangat sedikit.
Tenaga
apoteker pada masa penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria,
Jerman dan Belanda. Namun, semasa perang kemerdekaan, kefarmasian di
Indonesia mencatat sejarah yang sangat berarti, yakni dengan
didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan di
Bandung tahun 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan
pada masa perang kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi
perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya.Dewasa ini
kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang
cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan
teknologi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia
dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu memproduksi
obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi yang cukup
luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat
dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri
Demikian
pula peranan profesi farmasi pelayanan kesehatan juga semakin
berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan lainnya
Selintas Sejarah Kefarmasian Indonesia
1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan
Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten apoteker
semasa pemerintahan Hindia Belanda.
2. Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958
Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
3. Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967
Pada
periode ini meskipun untuk memproduksi obat telah banyak dirintis,
dalam kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan
kesulitan yang cukup berat, antara lain kekurangan devisa dan
terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang
dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau
mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini,
terutama antara tahun 1960 – 1965, karena kesulitan devisa dan keadaan
ekonomi yang suram, industri farmasi dalam negeri hanya dapat
berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena itu,
penyediaan obat menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari
impor. Sementara itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan
baik banyak terjadi kasus bahan baku maupun obat jadi yang tidak
memenuhi persyaratan standar.Sekitar tahun 1960-1965, beberapa
peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan
kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :
(1) Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang barang
(3) Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada
periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah
kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek
darurat.
Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal 8 Juni 1962, antara lain ditetapkan :
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
(2) Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 1963.
Sedangkan
berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya antara
lain :
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,
(2) Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1
Pebruari 1964, dan
(3) Semua izin apotek darirat di ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota lainnya
dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964.Pada tahun 1963, sebagai
realisasi Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk Lembaga Farmasi Nasional
(Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 39521/Kab/199 tanggal 11 Juli 1963).
sumber :anggier92chaerunnisa.blogspot.com/.../sejarah-farmasi-duni..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar